Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
APBN berisi daftar sistematis
dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama
satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). APBN, Perubahan
APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang
Perkembangan
Dana Pembangunan Indonesia
Dari segi
perencanaan pembangunan di Indonesia, APBN adalah konsep perencanaan
pembangunan yang memiliki jangka pendek, karena iyulah APBN selalu disususn
setiap tahun.
Maka secara gari besar APBN terdiri dari pos – pos seperti dibawah ini :
• Dari sisi penerimaan, terdiri dari pos penerimaan dalam negeri dan penerimaan
pembangunan
• Sedangkan dari sisi pengeluaran terdiri dari pos pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan
APBN disusun agar pengalokasian dana pembangunan dapat berjalan dengan
memperhatikan prinsip berimbang dan dinamis. Hal tersebut perlu diperhatikan
mengingat tabungan pemerintah yang berasal dari selisih antara penerimaan dalam
negeri dengan pengeluaran rutin, belum sepenuhnya menutupi kbutuhan biaya
pembangunan di Indonesia.
Meskipun dari PELITA ke PELITA jumlah tabungan pemerintah sebagia sumber
pembiayaan pembangunan terbesar, terus mengalami peningkatan namun
kontribusinya terhadap keseluruhan dana pembangunan yang dibutuhkan masih jauh
dari yang diharapkan. Dengan kata lain ketergantungan dana pembangunan terhadap
sumber lain, dalam hal ini pinjamanan luar negeri masih cukup besar. Namun
demikian mulai tahun terakhir PELITA, prosentase tabungan pemerintah sudah
mulai lebih besar dibanding pinjaman luar negeri. Hal ini tidak terlepas dari
peranan sektor migas yang saat itu sangat dominan, serta dengan dukungan
beberapa kebijakan pemerintah dalam masalah perpajakan dan upaya peningkatan
penerimaan negara lainnya. Untuk menghindari terjadinya deficit anggaran
pembangunan, Indonesia masih mengupayakan sumber dana dari luar negeri, dan
meskipun IGGI ( Inter Govermmental Group on Indonesia ) bukan lagi menjadi
forum Internasional yang secara formal membantu pembiayaan pembangunan di
Indonesia, namun dengan lahirnya CGI ( Consoltative Group on Indonesia )
kebutuhan pinjaman luar negeri sebagai dana pembangunan masih dapat diharapkan.
Yang perlu diingat bahwa sebaiknya pinjaman tersebut ditempatkan sebagai
pelengkap pembangunan dan peran tabungan pemerintahlah yang tetap harus
dominan, bukan sebaliknya.
PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN
Proses
penyusunan mempunyai empat tujuan , yaitu:
1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiscal dan meningkatkan koordinasi antar
bagian
dalam lingkungan pemerintah.
2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan
jasa public
melalui proses pemprioritasan.
3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.
4. Meningkatkan transdparansi dan pertanggungjawaban pemerintah DPR/DPRD dan
masyarakat
luas.
Factor dominan yang terdapat dalam proses penganggaran adalah:
1. Tujuan dan target yang hendak dicapai.
2. Ketersediaan sumber daya (factor-faktor produksi yang dimiliki pemerintah).
3. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target.
4. Factor-faktor lain yang mempengaruhi anggaran, seperti: munculnya peraturan
pemerintah
yang baru, fluktuasi pasar, perubahan social dan politik, bencana alam, dan
sebagainya.
Perkiraan
Pengeluaran
Perkiraan pengeluaran
Negara
Secara garis besar,
pengeluaran Negara dikelompokkan mnejadi dua, yakni:
·
Pengeluaran rutin dan
·
Pengeluaran pembangunan
1.
PENGELUARAN RUTIN NEGARA
Pengeluaran rutin Negara,
adalah pengeluaran yang dapat dikatakan selalu ada dan telah terencana
sebelumnya secara rutin, diantaranya :
·
Pengeluaran untuk belanja
pegawai
·
Pengeluaran untuk belanja
barang
·
Pengeluaran untuk subsidi
daerah otonom
·
Pengeluaran untuk membayar
bunga dan cicilan hutang
·
Pengeluaran lain-lain
2. PENGELUARAN PEMBANGUNAN
Secara garis besar, yang termasuk dalam pengeluaran pembangunan diantaranya
adalah :
·
Pengeluaran pembanguna
untuk berbagai departemen/lembaga Negara, diantaranya untuk membiayai
proyek-proyek pembangunan sektoral yang menjadi tanggung jawab masing-masing
departemen/lembaga Negara bersangkutan.
·
Pengeluaran pembangunan
untuk anggran pembangunan daerah
·
Pengeluaran pembangunan
lainnya
Dasar Perhitungan Perkiraan
Penerimaan Negara
Konsep Produk Domestik
Bruto, Produk Domestik Regional Bruto, dan Pendapatan Nasional
1. Produk Domestik Bruto
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan
semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka
waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto
karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di
negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara
tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor
produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul
faktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Berlaku) merujuk kepada nilai
PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB
Atas Dasar Harga Konstan) mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan
pengaruh dari harga.
PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran
dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran
adalah:
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor – impor
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi
oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor
melibatkan sektor luar negeri.
Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor
produksi:
PDB = sewa + upah + bunga + laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah
untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus
menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan
pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan
pendekatan pengeluaran.
2. Produk Domestik Regional
Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan data statistik yang
merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah
pada satu periode tertentu. PDRB dihitung dalam dua cara, yaitu atas dasar
harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Dalam menghitung PDRB atas dasar
harga berlaku menggunakan harga barang dan jasa tahun berjalan, sedangkan pada
PDRB atas dasar harga konstan menggunakan harga pada suatu tahun tertentu
(tahun dasar). Penghitungan PDRB saat ini menggunakan tahun 2000 sebagai tahun
dasar. Penggunaan tahun dasar ini ditetapkan secara nasional.
Peroduk Domestik Bruto sebagai salah saru indicator ekonomi memuat berbagai
instrument ekonomi yang di dalmnya terlihat jelas keadaan makro ekonomi suatu
daerah dengan pertumbuhan ekonominya, income perkapita dan berbagai instrument
ekonomi lainnya. Dimana dengan adanya data-data tersebut akan sangan membantu
pengambil kebijaksanaan dalam perencanaan dan evaluasi sehingga pembangunan
tidak salah arah.
Angka PDRB sangat diperlukan dan perlu disajikan, karena selain dapat dipakai
sebagai bahan analisa perencanaan pembangunan juga merupakan barometer untuk
mengukur hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan. PDRB dapat
didefinisikan berdasarkan tiga pendekatan yaitu :
a. Pendekatan Produksi (Production Approach)
PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (NTB) yang tercipta sebagai hasil proses
produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh berbagai unit produksi dalam suatu
wilayah/region pada suatu jangka waktu tertentu, biasanya setahun.
b. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor faktor produksi yang
ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah/region pada jangka waktu
tertentu (biasanya setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah
dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Termasuk sebagai Komponen
penyusun PDRB adalah penyusutan barang modal tetap dan pajak tidak langsung
neto. Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut sebagainilai
tambah bruto sektoral. PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh
sektor (lapangan usaha).
c. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
PDRB adalah jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga
swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap
domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto di suatu wilayah/region
pada suatu periode (biasanya setahun). Yang dimaksud dengan Ekspor netto adalah
ekspor dikurangi impor.
3. Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah
tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi
dalam satu periode, biasanya selama satu tahun.
Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari
Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada
tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan
nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun,
pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut
pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan
pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan
perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu
seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang
bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.
Perdagangan
Antar Negara
Efek Perdagangan
Internasional terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah
mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran,
inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan, kemiskinan,
pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting
dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi salah satu ukuran
dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa tersebut, meskipun tidak
bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan.
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah
perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi
mesin bagi pertumbuhan ( trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika
aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari
komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi
pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia
menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan
tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan
modal antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan
dengan teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk
investasi langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard,
2004). Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor,
akan memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan
ukuran pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu
jenis barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi
barang tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat
perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya
transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara
importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi
lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan
memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).
B. Efek Terhadap Produksi
Pedagangan luar negeri mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap sector
produksi di dalam negeri. Secara umum kita bisa menyebutkan empat macam
pengaruh yang bekerja melalui adanya:
1.Spesialisasi produksi.
2.Kenaikan “investasi surplus”
3.“Vent for Surplus”.
4.Kenaikan produktivitas.
Spesialisasi
Perdagagangan internasional mendorong masing-masing Negara kea rah spesialisasi
dalam produksi barang di mana Negara tersebut memiliki keunggulan
komperatifnya. Dalam kasus constant-cost, akan terjadi spesialisasi produksi
yang penuh, sedangkan dalam kasus increasing-cost terjadi spesialisasi yang
tidak penuh. Yang perlu diingat disini adalah spesialisasi itu sendiri tidak
membawa manfaat kepada masyarakat kecuali apabila disertai kemungkinan
menukarkan hasil produksinya dengan barang-barang lain yang dibutuhkan.
Spesialisasi plus perdagangan bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat,
tetapi spesialisasi tanpa perdagangan mungkin justru menurunkan kesejahteraan
masyarakat.
Tetapi apakah spesialisasi plus perdagangan selalu menguntungkan suatu
negara ? Dalam uraian diatas dapat menyimpulakan, bahwa CPF sesudah
perdagangan selalu lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan CPF sebelum
perdangangan. Ini berarti bahwa perdagangan tidak akan membuat pendapatan riil
masyarakat lebih rendah, dan sangat mungkin membuatnya lebih tinggi. Tetapi
perhatikan bahwa analisa semacam ini bersifat “statik”, yaitu tidak
memperhitungkan pengaruh-pengaruh yang timbul apabila situasi berubah atau
berkembang, seperti yang kita jumpai dalam kenyataan.
Ada tiga keadaan yang membuat spesialisasi dan perdagangan tidak selalu
bermanfaat bagi suatu negara. Ketiga keaadan ini berkaitan dengan kemungkinan
spesialisasi produksi yang terlalu jauh, artinya adanya sektor produksi yang
terlalu terpusatkan pada satu atau dua barang saja. Keadaan ini adalah:
a. Ketidakstabilan pasar luar negeri
Bayangkan suatu negara yang karena dorongan spesialisasi dari perdagangan,
hanya memproduksi karet dan kayu. Apabila harga karet dan kayu dunia jatuh,
maka perekonomian dalam negeri otomatis akan jatuh. Lain halnya apabila negara
tersebut tidak hanya berspesialsasi pada kedua barang tesebut, tetapi juga
memproduksi barang-barang lain baik untuk ekspor maupun untuk kebutuhan dalam
negeri sendiri. Turunnya harga dari satu atau dua barang mungkin bisa diimbangi
oleh naiknnya haga barang-barang lain. Inilah pertentangan atau konfik antara
spesialisasi dengan diversifikasi. Spesialisasi biasa meningkatkan pendapatan
riil masyarakat secara maksimal, tetapi dengan resiko ketidakstabilan
pendapatan tetapi dengan konsekuensi harus mengorbankan sebagian dari kenaikan
pendapatan dari spesialisasi. Sekarang hampir semua negara di dunia menyadari
bahwa spesialisasi yang terlalu jauh (meskipun didasarkan atas prinsip
keunggulan komperatif, seperti yang ditunjukan oleh teori ekonomi) bukanlah
keadaan yang baik. Manfaat dari diversifikasi harus pula diperhitungkan.
b.Keamanan nasional
Bayangkan suatu negara hanya memproduksi satu barang, misalnya karet, dan harus
mengimpor seluruh kebutuhan bahan makanannya. Meskipun karet adalah cabang
produksi dimana negara tersebut memiliki keunggulan komperatif yang paling tinggi,
sehingga bisa meningkatkan CPFnya semakin mungkin, tentunya keadaan seperti ini
tidak sehat. Seandainya terjadi perang atau apapun yang menghambat perdagangan
luar negeri, dari manakah diperoleh bahan makanan bagi penduduk negara
tersebut? Jelas bahwa pola produksi seperti yang didiktekan oleh keunggulan
komperatif tidak harus selalu diikuti apabila ternyata kelangsungan hidup
negara itu sendiri sama sekali tidak terjamin.
c. Dualisme
Sejarah perdagangan internasional negara-negara sedang berkembang, terutama
semasa mereka masih menjadi koloni negara-negara Eropa, ditandai oleh timbulnya
sektor ekspor yang berorientasi ke pasar dunia dan yang sedikit sekali
berhubungan dengan sektor tradisional dalam negeri. Sektor ekspor seakan-akan
bukan merupakan bagian dari negeri itu, tetapi bagian dari pasar dunia. Dalam
keadaan seperti ini spesialisasi dan perdagangan internasional tidak memberi
manfaat kepada perekonomian dalam negeri. Keadaan ini di negara-negara sedang
berkembang setelah mereka merdeka, memang sudah menunjukan perubahan. Tetapi
sering belum merupakan perubahan yang fundamental. Sektor ekspor yang “modern”
masih nampak belum bisa menunjang sektor dalam negeri yang “tradisional”.
Ketiga keadaan tersebut di atas adalah peringatan bagi kita untuk tidak begitu
saja dan tanpa reserve menerima dalil perdagangan Neoklasik bahwa spesialisasi
dan perdagangan selalu menguntungkan dalam keaadaan apapun. Tetapi di lain
pihak, uraian diatas tidak merupkan bukti bahwa manfaat dari perdagangan
tidaklah bisa dipetik dalam kenyataan. Teori keunggulan komperatif masih
memiliki kebenaran dasarnya, yaitu bahwa suatu negara seyogyanya memanfaatkan
keunggulan komperatifnya dan kesempatan”transformasi lewat perdagangan”. Hanya
saja perlu diperhatikan bahwa dalam hal-hal tertentu pertimbangan-pertimbangan
lain jangan dilupakan.
Investible Surplus Meningkat
Perdagangan meningkat pendapatan riil masyarakat. Dengan pendapatan riil yang
lebih tinggi berarti negara tersebut mampu untuk menyisihkan dana sumber-sumber
ekonomi yang lebih besar bagi investasi (inilah yang disebut “investible
surplus”). Investasi yang lebih tinggi berarti laju pertumbuhan ekonomi yang
lebih tinggi. Jadi perdagangan bisa memdorong laju pertumbuhan ekonomi.
Inilah inti dari pengaruh perdagangan internasional terhadap produksi lewat
investible surplus. Ada tiga hal mengenai pengaruh ini perlu dicatat:
A. Kita harus menanyakan berapa dari manfaat perdagangan
(kenaikan pendapatan riil) yang diterima oleh warga negara tersebut, dan berapa
yang diterima oleh warga negara asing yang memiliki faktor produksi, misalnya
modal, tenaga kerja, yang diperkejakan di negara tersebut. Dengan lain
perkataan, yang lebih penting adalah berapa kenaikan GNP, bukan kenaikan GDP,
yang ditimbulkan oleh adanya perdagangan.
B. Kita harus menanyakan pula berapa dari kenaikan pendapatan
riil karena perdagangan tersebut akan diterjemahkan menjadi kenaikan investasi
dalam negeri, dan berapa ternyata dibelanjakan untuk konsumsi yang lebih tinggi
atau ditransfer ke luar negeri oleh perusahaan-perusahaan asing sebagai imbalan
bagi modal yang ditanamkannya? Dari segi pertumbuhan ekonomi yang paling
penting adalah kenaikan investasi dalam negeri dan bukan hanya “investible
surplus”-nya.
C. .Kita harus pula membedakaan antara “ pertumbuhan ekonomi”
dan “pertumbuhan ekonomi”. Disebutkan di atas bagaimana dualisme dalam struktur
perekonomian bisa timbul dari adanya perdagangan internasional. Di masa lampau,
dan gejala-gejalanya masih tersisa sampai sekarang, kenaikan ivestible surplus
tersebut cenderung untuk diinvestasikan di sektor “modern” dan hanya sedikit
yang mengalir ke sektor “tradisional”. Pertumbuhan semacam ini justru semakin
mempertajam dualisme dan perbedaan antara kedua sektor tersebut. Dalam hal ini
kita harus berhati-hati untuk tidak mempersamakan pertumbuhan ekonomi dengan
pembagunan ekonomi dalam arti sesungguhnya.
Kesimpulan diatas adalah
bahwa kenaikan investible surplus karena perdagangan adalah sesuatu yang nyata.
Tetapi kita harus mmpertanyakan lebih lanjut siapa yang memperoleh manfaat,
berapa besar manfaat tersebut yang di realisir sebagai investasi dalam negeri,
dan adakah pengaruh dari manfaat tersebut terhadap pembangunan ekonomi dalam
arti yang sesungguhnya.
kebijaksanaan perdagangan luar
negeri dari Pelita ke Pelita
Kebijakan Pembangunan
(Periode tiap Pelita)
Kehidupan Ekonomi Masa Orde Baru
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi
seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit
ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah
berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha
mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan
kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya
kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang
lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program
pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah
menempuh cara sebagai berikut.
1. Stabilisasi dan
Rehabilitasi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi
Terpimpin,pemerintah menempuh cara :
Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan
ekonomi, keuangan dan pembangunan.
MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan,
program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendalikan inflasi
agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan rehabilitasi adalah
perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini
adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi
ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Langkah-langkah yang diambil Kabinet AMPERA mengacu pada Tap MPRS tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan
kemacetan, seperti :
• rendahnya penerimaan Negara
• tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
• terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
• terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri
• penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan
prasarana.
2) Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3) Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Untuk melaksanakan
langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
1. Mengadakan operasi
pajak
2. Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
3. Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta
menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
4. Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program Stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.
Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan
pokok melonjak namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun akhir 1967- awal
1968)
Sesudah kabinet Pembangunan dibentuk pada bulan Juli 1968 berdasarkan Tap MPRS
No.XLI/MPRS/1968, kebijakan ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang
ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta
asing. Sejak saat itu kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak
1969 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing dapat diatasi.
Program Rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan
berproduksi.
Selama 10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana ekonomi dan
sosial. Lembaga perkreditan desa, gerakan koprasi, perbankan disalah gunakan
dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya
lembaga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata
hidup masyarakat.
2. Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia pasca Orde Lama sangat parah, hutangnya mencapai
2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta negara-negara kreditor
untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pemerintah mengikuti
perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September
1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya
akan digunakan untuk pembayaran utang yang selanjutnya akan dipakai untuk
mengimpor bahan-bahan baku. Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan
dicapai kesepakatan sebagai berikut.
Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda pembayarannya
hingga tahun 1972-1979.
Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1969 dan 1970
dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967.
Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar
negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya
dikenal dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan
itu pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri. Indonesia
mendapatkan penangguhan dan keringanan syarat-syarat pembayaran utangnya.
3. Pembangunan Nasional
Dilakukan pembagunan nasional pada masa Orde Baru dengan tujuan terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan
kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman
pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur
Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua
lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi
Pembagunan adalah sebagai berikut.
1) Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3) Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu,
• Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
• Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun),
merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap
pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal
pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian,
karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal
15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia.
Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut
Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang
Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan
pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya
adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana,
mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II
cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal
pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju
inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi
turun menjadi 9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III
pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih
menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan,
yaitu:
§ Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan
perumahan.
§ Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
§ Pemerataan pembagian pendapatan
§ Pemerataan kesempatan kerja
§ Pemerataan kesempatan berusaha
§ Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi
generasi muda dan kaum perempuan
§ Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
§ Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya
adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang
dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980
yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya
mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan
ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya
pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup
baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan
luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor
lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya
masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan
pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama
pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik
dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Hambatan
Perdagangan Antar Negara
Hambatan
perdagangan internasional adalah regulasi atau peraturan pemerintah
yang membatasi perdagangan bebas.
Berikut
ini beberapa hambatan yang sering muncul dalam perdagangan internasional.
a.
Perbedaan Mata Uang Antarnegara
Mata uang yang berlaku di setiap negara berbeda – beda. Negara yang melakukan
kegiatan ekspor, biasanya meminta kepada negara pengimpor untuk membayar dengan
menggunakan mata uang negara pengekspor. Pembayarannya tentunya akan berkaitan
dengan nilai uang itu sendiri. Padahal nilai uang setiap negara berbeda-beda.
Apabila nilai mata uang negara pengekspor lebih tinggi daripada nilai mata uang
negara pengimpor, maka dapat menambah pengeluaran bagi negara pengimpor. Dengan
demikian, agar kedua negara diuntungkan dan lebih mudah proses perdagangannya
perlu adanya penetapan mata uang sebagai standar internasional.
b
. Kualitas Sumber Daya yang Rendah
Rendahnya kualitas tenaga kerja dapat menghambat perdagangan internasional
karena jika sumber daya manusianya rendah, maka kualitas dari hasil
produksi(produk) akan rendah pula. Suatu negara yang memiliki kualitas produk
rendah akan sulit bersaing dengan barang – barang yang dihasilkan oleh negara lain
yang kualitasnya lebih baik. Hal ini tentunya menjadi penghambat bagi negara
yang bersangkutan untuk melakukan perdagangan internasional.
c
. Pembayaran Antarnegara Sulit dan Risikonya Besar
Pada saat melakukan kegiatan perdagangan internasional, negara pengimpor akan
mengalami kesulitan dalam hal pembayaran. Apabila pembayarnya dilakukan secara
tunai maka negara pengimpor akan mengalami kesulitan dan resiko yang tinggi,
seperti perampokan. Oleh karena itu, negara pengekspor tidak mau menerima
pembayaran secara tunai tetapi melalui kliring internasional atau telegraphic
transfer atau menggunakan L/C.
d
. Adanya Kebijaksanaan Impor dari Suatu Negara
Setiap negara tentunya akan selalu melindungi hasil produksinya sendiri. Mereka
tidak ingin hasil produksinya tersaingi oleh hasil peoduksi dari luar negeri.
Oleh karena itu, setiap negara akan memberlakukan kebijakan untuk melindungi
barang-barang dalam negeri. Salah satunya dengan menetapkan tarif impor.
Apabila
tarif impor tinggi maka produk impor tersebut akan menjadi lebih mahal daripada
peoduk dalam negeri sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kurang tertarik
untuk membeli produk impor. Hal itu akan menjadi penghambat bagi negara lain
untuk melakukan perdagangan.
e
. Terjadinya Perang
Terjadinya perang dapat menyebabkan hubungan antarnegara terputus. Selain itu,
kondisi perekonomian negara yang sedang berperang tersebut juga akan mengalami
kelesuan. Hal ini dapat menyebabkan perdagangan antarnegara akan terhambat.
f
. Adanya Organisasi – Organisasi Ekonomi Regional
Biasanya dalam satu wilayah regional terdapat organisasi – organisasi ekonomi.
Tujuan organisasi – organisasi tersebut adalah untuk memajukan perekonomian
negara – negara anggotanya. Kebijakan serta peraturan yang dikeluarkannya pun
hanya untuk kepentingan negara – negara anggota saja. Sebuah organisasi ekonomi
regional akan mengeluarkan peraturan ekspor dan impor yang khusus untuk negara
anggotanya. Akibatnya apabila ada negara di luar anggota organisasi tersebut
melakukan perdagangan dengan negara anggota akan mengalami kesulitan.
Bentuk
– bentuk hambatan perdagangan yang muncul akibat adanya kebijakan ekspor-impor,
antara lain:
a.
Tarif atau bea cukai
Tarif
adalah pembebanan pajak (custom duties) terhadap barang-barang yang
melewati batas kenegaraan. Tarif dapat digolongkan menjadi beberapa bagian,
antara lain :
- Bea
ekspor = pajak atau bea yang dikenakan terhadap produk yang
diangkut menuju negara lain.
- Bea
transit = pajak yang dikenakan terhadap produk yang melalui
wilayah negara lain dengan ketentuan bahwa negara tersebut bukan merupakan
tujuan akhir dari pengiriman.
- Bea impor
= pajak yang dikenakan terhadap produk yang masuk dalam suatu negara
dengan ketentuan negara tersebut adalah merupakan tujuan akhir dari
pengiriman produk.
- Uang
jaminan impor = persyaratan bagi importir suatu produk untuk
membayar kepada pemerintah sejumlah uang tertentu pada saat kedatangan
produk di pasar domestik sebelum penjualan dilakukan.
b.
Kuota Impor
Kuota
membatasi banyaknya unit yang dapat diimpor. Tujuannya adalah untuk membatasi
jumlah barang tersebut di pasar dan menaikkan harga produknya.
c.
Subsidi
Subsidi
adalah bantuan pemerintah untuk produsen lokal. Subsidi dihasilkan dari
pajak yang dipungut pemerintah dari rakyat.
d.
Exchage Control
Biasanya,
negara – negara yang menggunakan kontrol devisa adalah mereka yang ekonomi
lemah. Kontrol ini memungkinkan negara – negara yang ekonominya lebih stabil
membatasi jumlah volatilitas nilai tukar mata uang yang masuk / keluar.
e.
State Trading Operasion
State
Trading Operasion adalah pemerintah dalam perdagangan melakukan kegiatan
ekspor.
f.
Peraturan anti-dumping
Politik
Dumping adalah menjual suatu barang yang nilainya lebih tinggi dari harga beli,
baik dijual di luar negeri maupun dalam negeri tetap mendapat untung. Adapun
beberapa motif dari Politik Dumping, yaitu antara lain:
- Barang-barang
yang diminati oeh negara asal, supaya dapat terjual di luar negeri.
- Memperkenalkan
suatu produk dalam negeri ke negara lain.
- Berebut
pasar luar negeri.
Hambatan
perdagangan mengurangi efisiensi ekonomi. Pihak yang diuntungkan dari
adanya hambatan perdangan internasional adalah produsen dan pemerintah.
Produsen mendapatkan proteksi dari hambatan perdagangan, sementara pemerintah
mendapatkan penghasilan dari bea – bea.
Neraca Pembayaran Luar Negeri
Indonesia
Neraca
pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas
transaksi-transaksi antara penduduk suatu
negara
dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari
individu dan pemerintah
asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca
transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item
finansial.
Transaksi
dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
- Transaksi
debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa)
dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi
negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan
devisa.
- Transaksi
kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa)
dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi
positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan
devisa negara.
Peran
Kurs Valuta Asing
Alat
pembayaran yang bisa digunakan oleh banyak negara (antarnegara) atau disebut
dengan alat pembayaran internasional, yakni valuta asing.
Kurs
valuta asing sering diartikan sebagai banyaknya
nilai mata uang suatu negara (rupiah misalnya) yang harus dikeluarkan/
dikorbankan untuk mendapatkan satu unit nilai uang asing (dollar misalnya).
Sehingga dengan kata lain, jika kita gunakan contoh rupiah dan dollar, maka kurs
valuta asing adalah nilai tukar yang menggambarkan banyaknya rupiah yang
harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu unit dollar dalam kurun waktu
tertentu. Kurs valuta asing adalah harga valuta asing, dinyatakan dalam
valuta sendiri. Misalnya US $ 1.00 = Rp. 10.000,-
Penentuan
Kurs Valuta Asing
Pada
dasarnya ada tiga sistem atau cara untuk menentukan tinggi-rendahnya kurs atau
nilai tukar valuta asing:
- Kurs tetap, karena dikaitkan dengan emas sebagai standard
atau patokannya.
- Kurs bebas, yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran
valuta asing di pasaran bebas, lepas dari kaitan dengan emas. Dalam hal
ini kurs bisa naik – turun dengan bebas. Dewasa ini orang bicara tentang
kurs mengambang (floating rates)
- Kurs
dibuat stabil
berdasarkan perjanjian internasional yaitu ditetapkan oleh pemerintah/bank
sentral dalam perbandingan tertentu dengan dollar atau emas sebagai
patokan.
Akibat kurs yang tidak sesuai
Apabila
mata uang suatu negara dinilai terlalu tinggi dibandingkan dengan valuta
lain (Kurs resmi lebih tinggi daripada perbandingan daya beli yang sesungguhnya
atau disebut over valued), akibatnya ekspornya akan macet dan impornya
didorong terlalu besar, sehingga keseimbangan neraca pembayaran terancam.
Hal
yang sebaliknya terjadi apabila mata uang dinilai terlalu rendah atau under
valued: apabila kurs resmi terlalu rendah dibandingkan dengan daya belinya yang
sesungguhnya, maka ekspor akan bertambah besar, tetapi impor akan macet.
Dari
pembahasan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa peran valuta
asing terhadap perekonomian di indonesia adalah sangat penting.
Karena valuta asing merupakan alat pembayaran antar negara. Barang dan jasa
yang diimpor itu harus dibayar. Untuk pembayaran itu diperlukan valuta asing
atau devisa (Foreign exchange), yaitu valuta (mata uang) yang mau diterima oleh
dunia internasional. Devisa itu kita peroleh dari hasil ekspor (devisa umum)
atau kredit bank luar negeri (devisa kredit).